Rabu, 28 Oktober 2015

Kawanimut Miracle of Rizki




Catatanku Tentang Keajaiban Rizki

Beberapa saat yang lalu ketika lewat di toko buku Eramedia kawasan Jalan Soekarno Hatta Malang kulihat buku 7 Keajaiban Rizki karya Ippho 'right' Santosa. Belum pernah baca bukunya dan belum punya. Namun ketika melihat judulnya saja aku sudah bisa membayangkan betapa ajaibnya rizki itu. Bagaimana tidak? Ketika mengenang kembali masa-masa ketika kuliah, keajaiban itu juga sudah sering  kualami. Asalkan tetap yakin dan percaya bahwa setiap diri kita membawa rizki masing-masing. Tergantung ikhtiarnya juga tentunya.

Contoh ketika semester empat, aku masih ingat sekali itulah saat pertamaku menghasilkan uang sendiri dari hasil jerih payahku meskipun sebenarnya targetku adalah semester tiga. Aku ingin mandiri dan tidak merepotkan orang tuaku lagi. Kasihan adik-adikku ada tiga sekolah semua yang tentu saja cukup berat biayanya. Keluargaku juga bukan dari kalangan yang berlebih. Pas-pasan aja (Alhamdulillah Pas butuh Pas ada)

Saat itu lah keajaiban pertama terjadi. Aku sedang butuh dan saat itu juga aku mendapatkannya. Semester itu juga aku mulai mengajar les privat berkat informasi dari sahabatku Athieka Diena. Dia memintaku agar menggantikannya mengajar di sebuah bimbingan belajar. Hari pertama mengajar itu tidak pernah kulupakan. Tidak selancar yang kubayangkan. Saat mau berangkat saja aku belum punya kendaraan dan harus pinjam sepeda Eko Wahyudi, salah satu kawan satu kontrakan yang biasa aku panggil Paklik. 

Naasnya sepeda itu ternyata remnya blong. Saat kunaiki di depan Guest House Universitas Brawijaya sepeda itu nggelondor dengan kecepatan tinggi dan tak bisa direm (Bisa dibayangkan seperti di film-film yang tokoh utamanya teriak-teriak histeris). Sementara itu aku juga menghadapi tiga dilema. Jika sepeda itu kubelokkan ke kiri maka aku akan menabrak segerombolan orang yang sedang asyik makan di depan Fotokopian Fakultas Ilmu Administrasi, kalau kubelokkan ke kanan maka aku akan menabrak bongkahan batu-batu, semen, besi-besi lancip bekas bongkaran bangunan gerbang Fakultas Ekonomi. Dan akhirnya kuputuskan lurus saja. Dan lurus itu berarti harus menabrak gerbang fakultas. 

Brangggg!!! Dentumannya keras sekali. Namun masih kalah keras dibandingkan derai tawa orang-orang yang jiwanya hampir terancam tadi. Mereka tidak tahu kalau mereka selamat berkat keputusan cepatku untuk mengorbankan diriku sendiri. Mengorbankan sepedanya Paklik pula yang sampai bengkok penangkup rodanya (Maafkan aku Paklik. Aku benar-benar anak yang nakal).

Akhirnya sepanjang jalan kudorong sepeda itu sampai bengkel. Di bengkel pak bengkelnya hanya mampu (hampir) meluruskan penangkup tadi meskipun saat kupakai ternyata masih oleng (Gimana sih Pak?). Jadi bayar biaya servis. Padahal niatnya cari duit, eh baru mau mulai udah keluar duit? 

Tapi tak apalah, pada akhirnya mendapat honor juga kan meskipun waktu itu kunilai tak adil. Masa’ pengelola bimbelnya mengambil 67 persen dari uang yang dibayarkan anaknya? Aku hanya mendapatkan 33 persen. Tapi ya tak apa juga lah namanya pengalaman. Berapapun disyukuri saja, dikumpulkan.

Mentang-mentang sudah mulai punya hasil sendiri, aku pun mulai berangan-angan dengan lebaynya. Targetku, karena saat itu mendekati lebaran, uang hasil ngajar les mau aku kumpulkan. Mau kupakai untuk memberi kejutan untuk orang-orang di rumah, di kampung. Nanti mau membelikan Bapak ini, mau belikan Ibuk itu, belikan ini-itu buat adik-adik. Tapii… apa nanti cukup ya? Honornya kecil dan waktunya juga mepet.

Namun keajaiban itu terjadi lagi. Berkat Pak Dede Suparjo, Presiden BEM Universitas Brawijaya yang entah sengaja atau tidak membuatku menjadi Panwas Pusat OSPEK dan di tempatkan di Fakultas Teknik. Fakultas paling berbahaya yang nantinya potensial menciptakan banyak musuh karena fungsiku sebagai Panwas adalah mencatat dan mengadukan apapun yang terjadi di Ospek Fakultas tersebut. Semua proses maupun pelanggaran yang mungkin terjadi harus dilaporkan kepada Rektorat.

Tapi Alhamdulillah hal yang kutakutkan tidak terjadi. Karena saat itu Mahasiswa Teknik memboikot Ospek dan tidak mau jadi panitia. Jadi yang kuhadapi saat itu justru para dosen dan satpam yang akhirnya menjadi panitia ospek anak-anak Maba saat itu. Awalnya keder juga menghadapi mereka. Dosen Teknik sangar-sangar. Tapi pas sudah ngobrol, ealaah ternyata ramah bukan main. Suka cerita. Bahkan sangking antusiasnya, tak segan-segan menceritakan keburukannya sendiri.

Nah, dari profesi insidental sebagai panwas ini, Alhamdulillah mendapat rizki, honornya lumayan besar. Jadi honor panwas plus honor ngelesi = jadilah memberi kejutan untuk orang-orang tercinta di rumah. 

Alhasil? Aku tak bisa berkata apa-apa lagi ketika kukasihkan barang-barang yang kubeli dari hasil jerih payahku sendiri itu kepada orang-orang di rumah. Adik-adik girang sekali kubelikan baju-baju baru, Bapak yang … aduh kaku banget beliau tuh… tak ada ekspresi sama sekali saat kuberikan jam tangan baru buat beliau (Tapi aku yakin, beliau pasti sebenarnya senang dan bangga). Dan saat kuberikan sekotak kosmetik dan Gamis buat Ibuk, yaaah elah beliau menangis haru huhuhu.

Tidak sampai di situ saja. Saat aku berharap bisa meringankan beban orang tuaku, keajaiban rizki itupun datang lagi. Beasiswa yang kuajukan diterima dan itu pas sekali ketika adikku yang kedua mulai kuliah di International Hotel Management School Solo yang biaya pendidikannya lumayan mencekik. Jadi SPPku selama beberapa semester kubayar sendiri pakai beasiswa tadi. Bahkan ketika beasiswanya sudah usai dan tak punya uang, sehingga jalan satu-satunya yang mungkin bisa kutempuh adalah “mengemis” ke orang tua lagi, ternyata selalu ada jalan lain ketika aku berdoa dan percaya bahwa rizkiku selalu ada padaku selama aku ada ikhtiar.

Pernah suatu ketika butuh uang untuk bayar SPP, namun sepertinya uangku tak cukup. Kiriman bulanan yang sesekali masih kuterima karena bapak masih sangat berbaik hati padaku pun juga tidak mencukupi. Saat itulah kebetulan sedang Friendster-an (Saat itu belum ngetrend Facebookan) Ketemu mbak Ari Nur, penulis Diorama Sepasang Albana dan Dilatasi Memori. Beliau berbaik hati memberikan kesempatan padaku untuk mendesainkan beberapa sampul buku yang akan beliau terbitkan sendiri. Judulnya "Kilau Satu Bintang" dan "Soleidrama" Karangan mbak Triani Retno dan mas Hadi Ismanto. 

Katanya sih mulai merintis penerbitan sendiri. Dari situlah kudapatkan honor yang bisa menutupi kekurangan SPP tadi. Alhamdulillah ya, terimakasih ya mbak Ari telah turut serta menyelamatkan pendidikanku.

Masih kasus SPP. Waktu itu sudah akhir semester, waktunya menyiapkan uang untuk membayar SPP dan saat itu benar-benar sedang kosong. Jadi terpaksa bertanya ke orang di rumah. Lewat adik keduaku. Aku Tanya, “Ada anggaran buatku untuk bayar SPP? Gak ada uang nih”. Dan dua kabar buruk itu datang setelah aku selesai bicara. Jawaban dari sana, “Sori yo mas? Ini uangnya lagi dipakai buat memperbaiki rumah. Di Solo lagi kenceng anginnya, rumah kita ketimpa pohon rambutan”.

Kabar buruk yang beruntun sekali. Mulai dari kabar buruk: berarti tetap tidak ada uang SPP, teras rumah yang hancur, dan pohon rambutan paling manis kesayanganku juga roboh tinggal kenangan. Belum berhenti di situ. Masih ada lagi kata-kata yang sempat membuatku dongkol setengah mati, “Sampeyan pinjem sapaaa gitu dulu kek ke temen-temen sapeyan atau sapa aja buat bayar SPP”. Tega sekali menyuruh berhutang?

Sebenarnya bisa saja meminjam teman-teman seperti ke Anang, Esa, Jangkung dan lain-lain seperti biasanya. Kan kami sudah seperti saudara sendiri, kalau butuh biasa saling pinjam. Namun gak tega. Mungkin mereka juga sedang butuh.

Saat itu sedang ngetrend dan awal-awalnya orang ber-facebookan. Entah apa yang membuatku antusias sekali untuk memanfaatkannya, Tidak sekedar update status, say hello, tag foto dll. Aku manfaatkan juga buat menyeru kebaikan (ciee) dengan kemapuan yang kubisa saat itu. Ya itulah awal munculnya "Kawanimut". Kartun-kartun sederhana yang awalnya hanya tersimpan rapih di komputerku dan komputer UAKI (SKI Universitas Brawijaya), kemudian mulai kupublikasikan dengan label Kawanimut yang berasal dari namaku Kawantoro dan Imut-nya kartun-kartun buatanku. Alhamdulillah ternyata penyebarannya berjalan cepat bahkan sangat pesat. Dalam waktu singkat kartun-kartun Kawanimut menyebar seantero dunia maya dan digunakan banyak orang sebagai salah satu media untuk menyeru kebaikan. Bahkan melalui kartun Kawanimut ini pula aku bisa bertemu dengan orang-orang ternama yang tadinya hanya seperti impian saja.

Saat itu tiba-tiba terpikir juga untuk mencari nama-nama penulis favoritku di Facebook. Kujajarkan seluruh buku-buku yang kupunya, kudaftar satu-satu nama-nama penulis buku-buku itu lalu kucari satu-satu di kolom pencarian. Alhamdulillah hampir semuanya ketemu dan di-approve permintaan pertemananku. Jadi saat itu mulai ada interaksi dengan mereka. Dari situlah awal mula bisa berkenalan dan berteman dengan penulis-penulis ternama seperti mbak Helvy Tiana Rosa, mbak Asma Nadia, mas Ali Muakhir, mas Koko Nata, mbak Afifah Afra, mbak Sinta Yudisia dll.

Keajaiban itu datang lagi. Saat kenal dan mulai berinteraksi dengan mbak Afifah Afra, penulis yang tadinya hanya kukenal melalui karya-karya cerpen dan novelnya. Dan saat yag tepat pula setelah beliau lihat kartun-kartun Kawanimutku, beliau menawari agar aku mambuatkan kaver novel dan ilustrasi dalam Serial Pingkan karangan mbak Maimon Herawati yang mau diterbitkan lagi. 


Aku ingat-ingat lagi… Pingkan? Yang kuliah di Perth Australia itu kan? Beliau jawab “Tepat!” Wah wah aku benar-benar tak mengira kalau novel favoritku, novel Islami pertama yang kubaca saat kelas 3 SMP itu mau diterbitkan ulang dan aku yang membuat kartun dan kavernya? (Hiiy udik sekali ya? Tapi memang seperti itulah perasaanku saat itu)

Alhasil? Aku bisa bayar SPP-ku semester itu dari honor desain kaver beliau. Wah-wah. Terimakasih banyak ya mbak sudah memberikan kesempatan yang sangat berharga, berarti dan berkesan buatku. 

Berikutnya masih berkutat dengan persoalan SPP. Waktu itu aku sudah mengajar kelas 3 di SDN Kauman 1 Malang. Bingung juga sudah menjelang akhir semester tapi sepertinya belum ada uang untuk bayar SPP. Saat ngajar di sekolah aku masih bimbang, bagaimana ya solusinya? Apalagi saat itu uang cash yang ku pegang tinggal 7.500. Simpanan di Bank 47.500 tapi tak bisa diambil. Terus 7.500 itu kupakai untuk ongkos naik angkot ke sekolah 2.500 pula. Jadi saat mengajar itu uangku tinggal 5.000. Aku berpikir “Nanti kalau uang 5.000 ini kupakai untuk ongkos pulang berkurang lagi 2.500, berarti tinggal 2.500 mau buat apa? Beli mie instant? Ah pusing”.

Saat sedang pusing-pusingnya, ditambah anak-anak didikku yang super bandel juga sedang ramai-ramainya bikin kacau kelas, eh ada yang telpon? Bisa dibayangkan, saat sedang kacau seperti itu ada yang telpon? "Ni sapa sih rese’ banget lagi repot gini malah telpon?"

Ternyata itulah keajaiban yang berikutnya. Yang telpon tak lain tak bukan adalah salah satu penulis favoritku tadi. Mbak Yeni Mulati alias Afifah Afra. Entah apa yang tiba-tiba mengilhami beliau sehingga beliau meneleponku, memesan lima desain poster dan langsung mentransfer honornya saat itu juga satu juta. Poster Shalat anak perempuan, poster wudhu anak perempuan, poster doa-doa harian, poster 25 nabi dan poster 10 Malaikat. Benar-benar Ajaib. Saat itu juga, perasaan galau, frustasi, capek, sebel semuanya sirna berganti kesyukuran tiada tara. Sampai sujud syukur di depan anak-anak yang sedang ramai itu dan mereka pun berhenti ramainya karena heran dengan apa yang guru mereka lakukan. 


Alhamdulillah berarti pulang nanti uangku tidak jadi tinggal 5000. Tapi 1000.000 + 47.500 di bank + 5000 cash – 2.500 ngangkot pulang = 1.050.000. Bisa buat bayar SPP separuhnya dan masih sisa banyak untuk sehari-hari nanti. Hehe. 

Sekali lagi terimakasih banyak Mbak.

Selang waktu beberapa saat, aku memutuskan terminal dari kuliahku karena aku menganggap dosen pembimbing skripsiku kali itu tidak menunjukkan dukungan yang berarti. Tak ada perkembangan yang signifian dan aku merasa ada banyak kesia-siaan di semester itu. Ingin minta ganti dosen pembimbing pun syaratnya harus menunggu setahun ke depan. Sempat takut nganggur dan lontang-lantung namun ternyata tidak juga.

Datanglah mbak Uswatun Aisyah. Dia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Sidoarjo dan memintaku menggantikan posisinya di Cendekia Kids and Junior Science Center yang dikelola oleh bu Ninik Ulfah. Bekerja di situ mulai banyak pengalaman, hikmah dan pembelajaran hal-hal baru yang bisa kudapatkan.  Dari situ pula aku mulai bisa mengirim uang ke rumah. Uang dari hasil bekerja di situ pun aku kumpulkan buat jaga-jaga semester depannya. 

Namun kemudian datang rintangan yang berikutnya. Ada salah satu anak kontrakan yang entah mengapa tidak segera membayar uang iuran kontrakannya padahal sudah berkali-kali ditagih oleh ibu kos. Aku yakin bukan karena tak punya uang karena kulihat dia malah membeli handphone dan buku-buku baru. Terpaksa uang yang tadinya kusiapkan untuk bayar SPP akhirnya kupakai untuk menalangin uang kontrakan itu. Dan saat waktunya bayar SPP jadi tak punya uang. Ketika itu jalan satu-satunya adalah pinjam. Dan Alhamdulillah mendapatkan pinjaman dari sohib kentalku Anang Tri Yulianto. Syukran Nang.

Hutang itu pun akhirnya lunas berkat bantuan Mbak Afifah Afra dan Maimon Herawati yang memesan desain kaver untuk kedua kalinya. Kaver Serial Pingkan 2. Alhamdulillah.



Rizki-rizki itu seperti mengalir begitu saja. Mengalir sesuai kebutuhanku. Bukan atas kemauanku.
Seperti ketika salah satu sahabat, Mas Arif Azhari mengajakku ke rumah kakanya mas Syamsul Bahri, disana aku jadi kenal orang-orang hebat termasuk kenal pak Akhid Rosyidi yang akhirnya jadi partner di Kawanimut. Jadi mendapatkan lahan baru untuk mengais rizki bersama mereka. Dengan datang ke kantor mereka saja aku mendapatkan uang insentif. Katanya mau ada inspeksi dari pusat yang mau memantau kantor itu. Jadi kalau kami-kami di situ ngumpul dan bekerja, maka laporan inspeksinya bakalan sukses. Hal itu untuk formalitas saja sebenarnya. Agar kantor terlihat ada kegiatan lazimnya kantor. Karena kami yang bergerak di bidang multimedia seperti ini memang jarang ngantor. Kebanyakan pekerjaan bisa dikerjakan di rumah.

Jadi kebetulan sekali karena saat itu sedang ada Islamic Bookfair di Malang dan ingin sekali membeli buku. Tadinya berpikir kok masih berat kalau harus mencatut anggaran harian untuk membeli buku. Tapi Alhamdulillah mendapat rizki dari situ. 

Facebook sendiri juga mendatangkan rizki dari jasa membuat kartun pribadi. Awalnya aku gratiskan dan ada yang berminat. Tapi lama-lama semakin membludak jumlahnya. Sampai harus pakai audisi segala: siapa cepat mengirim foto dia yang dapat kartun dirinya. Lama-lama kacau juga karena mereka-mereka yang tidak kebagian banyak yang protes. Jadi merasa berbuat tidak adil. 


Solusinya saat itu adalah aku buat bermahar. Yang mau dibuatkan kartun harap mengirim mahar berupa dua buku Islami. Tujuannya adalah menyaring siapa yang memang benar-benar berminat ingin dibuatkan dan siapa yang hanya sekedar main-main berharap siapa tahu gratis dan bisa dibuatkan. Saat itu berjalan lumayan lancar. Bahkan Ustadz Salim A Fillah pun sampai berkirim buku juga (Alhamdulillah terimakasih partisipasiya Ustadz). Alhamdulillah buku-buku dari hasil itu sebagian bisa sangat berguna untuk ummat karena aku sumbangkan ke rumah baca, ke sahabat yang membutuhkan ataupun sahabat yang nikah (Buat kado).

Namun lama-lama banyak yang mengeluh “Aduuh ribet mas kalau harus ngirim buku. Gimana kalau mentahnya saja?” Akhirnya kupermudah bisa transfer. Dari hasil itu jadi bisa membelikan kado untuk nikahan sahabat satu genk mbak Dian Inaya Agustina dan menyewa mobil ke Bojonegoro untuk menghadiri walimahannya. Disana bisa bertemu juga dengan sahabat-sahabatku mbak Annisa Wuri Kartika, Lailis Nur Afidah dan mbak Tri Kurniawati. Sekalian memberikan pudding coklat buatanku yang mereka favoritkan.

Saat sohibku Anang Tri mau menikah juga pas sekali momennya. Bersamaan dengan mbak Helvy Tiana Rosa, mbak Asma Nadia dan mas Thobieb Al Asyhar yang sedang mengorder desain. Sehingga kado pernikahan Anang Tri & Ifa Urifah dan beberapa sahabat lain yang menikah itu sebenarnya dari beliau-beliau itu. Hehe. Siapa sangka ya?

Khusus hasil request kartun foto diri, Alhamdulillah mereka-mereka yang telah mengorder, tanpa sadar telah beramal buat saudara-saudara kita yang mebutuhkan. Mereka juga telah beramal menyumbang buku untuk perpustakaan duafa Lagzis Baitul Ummah dimana sebagian buku-bukunya dibeli dari hasil order mereka dan beberapa donatur. Salam terimakasih dari orang-orang yang menerima donasi kalian.

Hmm.. seperti kubilang tadi Rizki-rizki itu seperti mengalir begitu saja. Mengalir sesuai kebutuhanku. Bukan atas kemauanku.

Sama halnya sekarang. Alhamdulillah rizkiku senantiasa mengalir sesuai kebutuhanku. Serba pas. Pas butuh Pas ada. Bisa untuk diri sendiri, bisa mengirim keluarga di rumah, bisa pula menyalurkan amal ke mereka-mereka yang membutuhkan.

Dan keajaiban rizki itu perantaranya adalah kalian para sahabat istimewa. Entah dengan apa aku bisa bersyukur atas nikmat karunia dari-Nya, dan entah bagaimana aku bisa berterimakasih kepada kalian dengan selayaknya. 

Semoga Allah senantiasa membalas kemurahatian kalian dengan berlipat-lipat kebaikan. Amiin ^_^




Danang Kawantoro.



4 komentar:

  1. Rezeki sudah, berarti tinggal Aisyah-nya dong :-p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau depannya Maisyah belakangnya Aisyah
      Kalau depannya Rezeki, belakangnya ...?

      Hapus
    2. Mas, maaf nih saya inbox g pernah masuk saya serius minta tolong bikinan foto kartun, foto keluarga saya berhubung org tua saya uda g ada dan g pernah punya foto keluarga, tolong hubungi saya di 082114403714, serius nih minta tolong, makasih y

      Hapus
    3. Mas, maaf nih saya inbox g pernah masuk saya serius minta tolong bikinan foto kartun, foto keluarga saya berhubung org tua saya uda g ada dan g pernah punya foto keluarga, tolong hubungi saya di 082114403714, serius nih minta tolong, makasih y

      Hapus