Detak
waktu seakan enggan tuk bertambah..
Menemani
gelisahku di malam ini..
Benarkah
Tuhan ia kini telah pergi..
Lagu
tema film “Ketika Mas Gagah Pergi” mengalun manis di telinga. Salah satu penanda bahwa
kisah legendaris itu telah rampung dan siap dinikmati para “Pemuja”nya.
Bagaimana tidak legendaris ketika begitu banyak orang memperoleh jalan hidayah
karenanya.
Termasuk diri saya sendiri yang juga memperoleh pencerahan dari kisah yang begitu
mempesona.
Tapi ada satu hal yang sempat mengganjal di benak saya.
Apakah orang seperti saya
bisa jadi tegar dan bijak seperti Mas Gagah yang digambarkan dalam cerpen itu?
Yang bisa mendakwahi adiknya sendiri dengan begitu lembut dan bijaksana karena saya
sendiri juga memiliki masalah yang hampir sama. Dan masalah itu adalah adik
perempuan saya yang bandel, pembangkang dan suka membuat masalah dimana-mana.
Bahkan kalau boleh dikata, mungkin jauh lebih parah dari tokoh bernama Gita.
Terkadang sempat bertanya, apakah saya harus pergi dahulu
seperti Mas Gagah agar adik perempuan saya juga mendapat hidayah? Apakah saya
harus mati dahulu agar adik perempuan saya mendapatkan kesadaran sepenuhya?