Bulan Agustus, bulan Kemerdekaan,
bulan yang penuh perayaan sekaligus awal dari banyak momen tahunan. Diantaranya
seperti tahun baru ajaran yang disana-sini penuh tagihan dan bahkan awal bayar kos
kontrakan. Kalau untuk mahasiswa, yang terakhir itu yang menyebalkan karena
menambah penderitaan di tanah perantauan.
Karena bulan Agustus menjadi awal
tahun ajaran perkuliahan itulah makanya bulan Agustus juga menjadi bulan ospek
kampus. Ospek? Iya ospek, kegiatan yang katanya dikonsep untuk memperkenalkan
kehidupan kampus ke mahasiswa baru alias maba itu tuh. Meskipun pada prakteknya
tak jarang yang dimanfaatkan untuk tebar pesona dan ajang balas dendam. Ih kok
seram? Tapi itu dulu kok. Kalau sekarang masih ada yang seram, itu hanya
beberapa saja di kampus tertentu. Jadi bagi kalian yang maba tak perlu
khawatir.
Jujur, ospek itu saat “dilakoni”
memang terasa menyebalkan, menjengkelkan dan melelahkan. Namun percayalah, jika
sudah dilewati dan menjadi kenangan, dijamin akan berkesan seumur hidup, Bahkan
saat suntuk bisa jadi bahan hiburan. Hidup terasa lebih hidup begitulah, tidak “lempeng”
saja seperti papan gilasan karena tak ada pengalaman.
Nah, untuk adik-adik maba, agar
ada sedikit gambaran tentang ospek itu seperti apa, aku beri cerita tentang
ospek angkatanku tahun 2005 dulu di Bastra Universitas Brawijaya.
Ospek tahun itu adalah ospek terakhir yang diperbolehkan menggunakan hukuman fisik. Dan ospek tahun berikutnya sudah dilarang karena terjadi tragedi di sebuah kampus taruna. Jadi bisa dibayangkan betapa “beruntung” kami saat itu. Jadi tahun berikutnya kami diselamatkan dari hasrat dan hasutan syetan untuk balas dendam.
Ospek tahun itu adalah ospek terakhir yang diperbolehkan menggunakan hukuman fisik. Dan ospek tahun berikutnya sudah dilarang karena terjadi tragedi di sebuah kampus taruna. Jadi bisa dibayangkan betapa “beruntung” kami saat itu. Jadi tahun berikutnya kami diselamatkan dari hasrat dan hasutan syetan untuk balas dendam.
Dimulai dari pra ospek H-1. Saat
itu kami disuruh berkumpul di depan gedung Bastra. Aku sendiri tidak tahu akan
ada kegiatan semacam apa nantinya. Saat sudah tiba waktunya, tiba-tiba keluar
segerombolan orang dengan tampang penuh emoji teriak-teriak ke arah kami,
marah-marah sambil menyuruh kami berbaris. Tentu saja pada kaget dan tergagab.
Setelah semuanya berbaris, kami dibentak-bentak dengan segala macam kata-kata
yang saat itu tak kudengarkan karena bingung mau mendengarkan yang mana. Lha
semuanya teriak sendiri-sendiri.
Setelahnya kami dikumpulkan dan
disuruh berbaris di parkiran Perpustakaan Pusat UB. Dari 202 orang Maba
berbagai jurusan saat itu kami dibagi menjadi sekian kelompok. Pertama
dipanggil yang jadi ketua kelompoknya dan disebutkan juga nama-nama kelompoknya.
Aku dapat ketua namanya Jangkung Setiawan. Aku sempat berpikir, namanya aneh
banget. Seram pula kesannya kayak hantu Jaelangkung. Ternyata aku lihat
orangnya juga seram, kurus, hitam dan keriting. Sampai aku takut padanya,
bahkan saat dia pinjam radio kesayanganku pun langsung aku serahkan karena
bicaranya ketus banget. Tapi itu kesan pertama saja. Wong akhirnya aku tahu
kalau aslinya orangnya rame dan konyol. Dan kami jadi best friend, bahkan
sampai maut memisahkan kami ~Saat menulis bagian ini aku jadi menangis sedih,
karena Desember lalu sahabatku Jangkung ini meninggal~
Sudah-sudah menangisnya nanti
saja. Kita kembali ke bagian serunya. Kita kembali ke pembagian kelompok tadi.
Jadi aku mendapatkan kelompok hijau dengan ketua Jangkung Setiawan. Anggotanya
antara lain aku, Fadhilla Yuansari, Rendhy, Lidya, Ari, Azizah, Zuhria, Endang
Sulastri, Christian, Wulan dan beberapa yang tak bisa aku mention disini. Total
anggota kelompok kami adalah 34 orang. Kelompok terbesar karena kelompok lain
jumlahnya rata-rata hanya 25 sampai 27 orang.
Kami mendapatkan nama kelompok
Sugriwa. Nama tokoh wayang yang berwujud monyet. Kebetulan nama-nama kelompok
yang dipilih panitia ospek memang jelek semua. Sebut saja Subali, Ontoseno,
Semar, Gareng, Petruk, Bagong dll kan nama tokoh wayang yang jelek semua itu.
Setelah pembagian kelompok
selesai, kami mendapatkan sebuah kabar buruk. Salah satu panitia
berteriak-teriak, “KITA INI BELUM FAKULTAS DEK! KITA INI MASIH PROGRAM STUDI!”
JEGLERRR!!! Bak petir di siang
bolong. Kami tertipu. Di website UB tulisannya Fakultas Bahasa dan Sastra, tapi
ternyata aslinya adalah Program Studi Bahasa dan Sastra. Ya Allah, apa kami
tersesat jurusan ya? Lalu akreditasinya bagaimana? Jaminan kuliah kami
bagaimana nantinya?
Salah satu kawan, Anandika bahkan
sudah rela meninggalkan sebuah jurusan bonafit di Universitas Airlangga demi
berkuliah di jurusan Sastra Inggris UB. Tapi kemudian saat sudah mulai
perkuliahan, kekhawatiran itu sirna begitu saja karena tergantikan oleh
kebahagiaan mendapatkan seorang Dekan yang baik hati, dosen-dosen ceria yang
asyik-asyik. Bahkan meskipun masih Prodi, tapi prestasinya sudah luar biasa.
Sebut saja jurusan Sastra Inggris, beberapa Mahasiswanya sudah memenangkan
berbagai kompetisi Nasional maupun Internasional. Terakhir yang namanya mas
Syaiful Afif, beliau memenangkan kompetisi Essay lingkungan hidup Asia Pasifik
dan memenangkan hadiah 10 hari ke Jepang. Lalu mas Robbi Widodo, jurusan Bahasa
Jepang yang berkali-kali memenangnyak kompetisi Kanji dan Pidato Bahasa Jepang
tingkat nasional. Bahkan akhirnya memperoleh beasiswa untuk belajar ke Jepang.
Tapi Alhamdulillah, sekarang sudah fakultas dan bertitel “Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya”
Setelah peristiwa mengagetkan
itu, dan belum usai rasa stress kami, kemudian kami dibacakan daftar tugas dan
peralatan yang harus kami bawa besok paginya saat ospek. Dan aduhai semuanya
ribet, sulit dan menyebalkan. Bahkan saat ada yang bertanya apa maksudnya,
malah dijawab, “INISIATIF DEK! JANGAN BERTANYA YANG MENYULITKAN!”
Akhirnya ya kami terima saja
daftar panjang tugas yang harus kami bawa itu. Di antaranya, rompi yang terbuat
dari kantong beras (Kandi), kalung yang terbuat dari kaleng dsb. Karena
kebanyakan dari kami adalah anak perantauan akhirnya kami berkumpul dan
mendiskusikan langkah kami untuk mendapatkan barang-barang itu. Setelah urun
dana, beberapa di antara kami yang kebetulan memang arema pergi ke pasar untuk
membeli peralatan dasar dan kemudian dibagikan ke semua anggota. Selanjutnya
kami cari sendiri tugas masing-masing.
Selain rompi dan kalung, yang
perempuan malah harus memasang anting yang dibuat dari roncean bunga sedap
malam di telinganya. Dan pasti sakit karena terbuat dari benang. Bisa
dibayangkan bagi yang tidak tindikan bagaimana. Lalu kami juga harus bawa bekal
seperti aqua botol 600 ml dan labelnya diganti nama tema ospek saat itu, FORD
2005, dan sarapan pisang kembar ~harus kembar dan gandeng~ tapi warnanya tak
boleh sama. Jadi malamnya aku membeli pisang di warung nasi. Aku beli pisang
warna hijau dan kuning lalu aku plester keduanya biar gandeng.
Semalaman aku mengerjakan tugas
yang seabreg itu dan baru selesai jam 2 malam. Habis itu tidur sebentar, lalu
jam setengah 4 pagi harus segera berangkat. Ya Allah, nyiksa banget pokoknya.
Dan...
OMG! Pisang yang tadinya berwarna
hijau dan kuning itu paginya jadi berwarna kuning semua, karena yang hijau
matang. Aduh bagaimana ini, pikirku saat itu panik. Tapi karena sudah mepet ya
berangkat saja ke kampus, jalan kaki kurang lebih sekitar setengah kilometer
melewati jalan besar karena belum hafal jalan saat itu.
Dan kota Malang saat itu
betul-betul sedang musim dingin. Maba selalu disuguhi hawa dingin menusuk
tulang saat pertama kali mereka ke Malang. Tiap pagi nafas sampai beruap. Jadi
kesan pertama maba tinggal di Malang ya, "Malang itu dingin" padahal
nanti kalau sudah masuk November-Deaember-Januari ya panas seperti kota lain.
Sampai di kampus kami berkumpul
satu kelompok dan mengecek tugas masing-masing. Kalau ada yang belum lengkap,
dibantu yang lain. Jam 4.20 kami disuruh sholat subuh terlebih dahulu di aula
gedung dan jam 5 harus sudah selesai dan berkumpul di parkiran Perpus. Saat
sudah di parkiran perpustakaan tugas kami diperiksa satu per satu sambil
dibentak-bentak. Semuanya salah, tidak ada yang benar pokoknya. Tulisan di
rompi kami juga jadi pemicunya, katanya tulisannya harus seragam dan sama
ukuran. Bagaimana bisa seragam kan masing-masing orang punya gaya tulisan
sendiri-sendiri, gak menghargai keberagaman pikirku. Ternyata aku juga salah
bawa aquanya. Harusnya yang ukuran 600 ml ternyata aku cuma bawa yang 330 ml.
Mati gue! Sudah pisangnya juga salah pula. Pasti dihukum ini.
Dan benar, ketahuan, aquaku
dibanting sama salah satu panitia. Aku hampir dihukum tapi kemudian korlap
panitianya teriak “SEMUA PERHATIAN KESINI” akhirnya tidak jadi dihukum. Selamet
dah. Dan Alhadulillah, pisangnya lupa diperiksa jadi tidak perlu dihukum juga.
Itu hari pertama. Hari kedua,
selain tugas seabreg kami juga disuruh membuat artikel tentang pariwisata di
asal masing-masing, sarapan berupa sandwich segitiga sama kaki, dan minuman
dengan warna sesuai grup masing-masing. Pas sebelum subuh kami berkumpul, kami
cek tugas kami masing-masing. Tiba-tiba Ari berseru, “Ya ampun reek, ini kok
artikelku jadi kayak gini ya?”
Pas aku lihat artikel tulisannya
aku langsung tertawa terpinkal-pingkal. Jadi isi artikelnya kurang-lebih begini,
“Pariwisata di Indonesia itu
sudah sangat memadahi tapi kalau tidak ingat ya dibuang saja. Dari segi
fasilitas juga gunungnya selalu memberi pesan...”
Maksudnya apa coba? Ternyata dia
saat itu menulis sambil setengah tidur.
Lalu minuman. Karena kelompok
kami berwarna hijau, maka minuman kami juga harus berwarna hijau. Kesepakatan
kami, kami masing-masing bawa aqua sendiri-sendiri, lalu minumannya dibelikan
oleh si Wulan. Alhamdulillah ada yang namanya Wulan ini. Dari penampilan
terlihat parlente, cantik dan highclass, tapi dia bukan tipe cewek manja yang
tak bisa apa-apa. Dia justru sigab dan cekatan sekali menangani semua kebutuhan
kami.
Maka saat pagi berkumpul itu kami
dibagi minumannya yang saat itu dibelikan yang merek Finto rasa melon. Kami
tuang ke botol masing-masing. Ingat, finto itu minuman serbuk dengan serbuk
penyejuk sebagai pelengkapnya. Ternyata ada yang suka dan ada yang tidak suka.
Akhirnya ada yang diberi penyejuk, dan ada yang tidak. Karena masih gelap jadi
tak ada yang tahu perbedaannya.
Baru saat sudah mulai terang dan
tugas kami diperiksa, eh lha dalah, kacau. Ternyata minuman kami jadi
berbeda-beda warna. Yang diberi penyejuk jadi hijau bening, dan yang tanpa
penyejuk jadi hijau buthek pekat. Panitia pun marah-marah, “Apaan ini warnanya
beda-beda?! Yang ini hijau bening, yang ini hijau tai ayam!”
Lalu sarapan kami juga
dipermasalahkan karena sandwich segitiga sama kaki kami juga berbeda-beda.
Ukurannya berbeda, ada yang isi tomat, ada yang isi telur ceplok, ada yang isi margarin,
bahkan ada yang isi gula pasir. Kacau balau pokoknya.
Tapi kami baru sebatas
dibentak-bentak sih. Panitia pendamping kelompok kami tak sekejam panitia lain.
Dari kelompok lain ada yanng lucu banget saat itu. Ada Anandika dan Bintang
yang sandwichnya besar dan kecil. Akhirnya mereka dihukum bergandengan tangan
berdua, lalu disuruh keliling lapangan parkir sambil bilang, Anandika: Punya
saya besar, dan Bintang: Punya saya kecil dan berulang-ulang sampai capek,
hahaha.
Lalu kawan yang namanya Margareta
sandwichnya hilang, jadi dia dihukum keliling lapangan buat mencari
sandwichnya. Tapi bukan dengan cara biasa. Dia disuruh lompat-lompat seperti
vampir China sambil bilang, “Sandwich saya mana ya? Sandwich saya mana ya?”
Asli pengen ngakak saat itu, tapi
kami diawasi panitia jadi ya Cuma bisa terpingkal-pingkal tertahan di perut
sampai sakit.
Ternyata ada dua anggota kami
yang datang terlambat saat itu. Jadi perkara tambahan deh. Tapi kelompok kami
adalah kelompok yang sangat rajin dan kompak. Bahkan dari 34 anggota itu 33
selalu hadir. Kelompok lain bahkan ada yang tak sampai 20 orang yang hadir.
Kesetiakawanan kami juga jempol banget. Jadi saat yang dua orang itu mau
dihukum, “Lihat dua teman kalian ini telat! Kalian terima punya anggota seperti
ini?”
Kami jawab, “Terima kak”
Panitia jengkel lalu mengancam, “Kalian
mau dihukum bersama mereka? Atas kesalahan mereka?”
Kami jawab, “Mau kak”
Panitia semakin jengkel tapi saat
itu korlap mengumumkan sesuatu, dan kami tak jadi dihukum. Pokoknya selalu
beruntung saat itu.
Malamnya, kami berkumpul di kos
Endang, dan diskusi tugas. Kami jengah dengan panitia yang mencari-cari
kesalahan kami terus. Ini tidak sama lah, itu tidak sama lah. Akhirnya kami
putuskan kalau label rompi dan kalung kaleng kami akan kami print. Lagian
panitia lupa mencantumkan aturan kalau tak boleh diprint. Lalu bekal dan segala
macam ada koordinatornya sendiri-sendiri. Ya itu dia Wulan tetap memegang kendali
atas bekal kami.
Hari ketiga kami disuruh bawa
bekal mie rebonding dengan lauk telur mata sapi tapi kuningnya di pinggir, dan
buahnya melon bergerigi. Seperti apa itu, pikirku saat itu. Dan cara membuatnya
bagaimana? Ternyata Wulan sudah sigab dan bilang. “Tenang saja, aku yang
menyiapkan nanti”
Dan benar, besok paginya bekal
kami sudah siap, seragam kami juga sudah siap. Bekal mie rebonding itu ternyata
disiapkan dalam bentuk bihun goreng dan lauknya telur mata sapi kuningnya di
pinggir juga sudah siap. Buah melonnya juga sudah dipotong bergerigi. Hebat
kali wulan ini.
Saat diperiksa, panitia
kebingungan mencari kesalahan kami. Seragam kami sudah sama, kalung sudah sama,
bekal juga sudah seperti yang diminta. Sampai bolak-balik mengelilingi kami
guna mencari celah. Padahal kelompok lain sudah dari tadi dibentak-bentak
dengan kesalahan yang seperti biasa: Tidak seragam.
Saat kami diminta mengeluarkan
melon kami yang bergerigi, kami tunjukkan kalau kami semua sudah bawa,
bergerigi, ukuran sama dan kompak. Setelahnya kami makan melon itu. Dan panitia
membentak kami, “SIAPA YANG NYURUH KALIAN MAKAN MELON?! AWAS KALIAN NANTI SORE
KAMI HUKUM!”
Kami tersentak, tapi anehnya
tetap mengunyah melon kami dengan sedapnya karena Wulan di belakang sudah
menenangkan kami, “Tenang aku masih punya cadangan” sambil menunjukkan sebutir
melon besar di tasnya. Ajib cewek satu ini.
Setelahnya seperti biasa kami
akan di giring ke aula, dijejali dengan materi seminar dalam kondisi ngantuk
dahsyat. Bayangkan saja, setiap hari kami bangun jam 3 pagi, berangkat, ospek
seharian di kampus, pulang bakda magrib dan harus mengerjakan tugas aneh-aneh
yang seabreg itu sampa jam 2 malam, siapa yang tidak capek. Dan jika terlihat
menguap, panitia akan mendatangi dan membentak kami, disuruh ke toilet untuk
cuci muka.
Dan sorenya kami tak jadi dihukum
karena panitia amnesia.
Tibalah hari ke empat, hari
terakhir. Kami ditugasi membawa apel rebonding yang masih ada daunnya, Jelly
goyang dan membuat surat cinta atau surat benci untuk kakak panitia yang
dipilih.
Surat cinta atau sudar benci itu
juga disertai telur rebus, yang di kulitnya digambari wajah kakak panitia yang
dituju.
Karena kami sudah mulai terbiasa
dengan tugas yang aneh-aneh itu makanya kami mulai santai. Apel rebonding kami
akali dengan menempel rambut dari rumput jepang ke kulit apel, dan menempeli
daun cherry di atasnya. Jadilah apel rebonding berdaun.
Jelly goyang kami masih belum
mengerti, tapi Wulan sudah membelikan jelly cup dengan jumlah sesuai jumlah
kelompok kami. Kalau telur rebus, kami rebus dengan panci heater listrik, lalu
kami gambari menggunakan spidol permanen.
Paginya saat menyerahkan tugas, apelnya
tidak masalah. Jelly, saat diminta ditunjukkan panitianya tanya, “Mana
goyangnya?” lalu jelly itu kami goyang-goyagkan serentak sambil menunduk karena
ingin tertawa. Kelompok lain? Ada yang parah sekali. Jadi mereka malah membawa
nutrijell sasetan, bukan jelly yang siap makan. Padahal setelahnya kan kami
disuruh memakan jelly itu, Jadi akhirnya mereka harus makan nutrijell serbuk
itu mentah-mentah, hahaha.
Saat menyerahkan telur dan surat
cinta, ada insiden. Agus Tri yang saat itu sedang naas sekali, karena
menyerahkan telur kepada kakak yang dibenci, dan kebetulan juga telurnya belum
matang, jadi saat dipecah kulitnya jadi seperti telur busuk. Dia kemudian
dihukum untuk membuat puisi tentang telur busuk dan dibacakan di depan kami
semua. Asli pengen ngakak, tapi tak bisa. Kami dibentak, disuruh menunduk.
Padahal aslinya panitia tertawa-tawa lho itu.
Selanjutnya, sesi materi yang
kami lalui dengan ngantuk berat.
Sorenya, seperti biasa sebelum
pulang kami akan dibentak-bentak dahulu dengan berbagai kesalahan yang
ditimpakan. Pokoknya adaaa terus tak habis-habis. Saat sesi “Kekerasan mental”
itulah Margareta, salah satu kawan kami disuruh maju ke depan. Ternyata dia
disuruh membawa kue tart yang bisa membuat orang tertawa dan menangis. Saat dia
ke depan, dia dimarah-marahi oleh panitia, “Mana kue yang bisa bikin orang
tertawa dan menangis dek?!!” Margareta kebingungan juga saat itu. Akhirnya kami
kasihan juga, jadi kami beberapa detik tertawa lalu beberapa detik berikutnya
menangis. Berulang-ulang seperti orang bodoh.
Tiba-tiba dari belakang ada yang
teriak, “Kak! Aku tahu kenapa kakak-kakak panitia memperlakukan teman kami
~Margareta~ seperti itu! Karena dia ulangtahun kan?!”
Binggo! Rencana panitia buat
kejuatan gagal total. Padahal tadinya mau buat kejutan tapi teryata malah
dikacaukan oleh satu orang itu. Jadinya, panitia yang tadinya mau mengakhiri
marah-marah mereka, lalu hepi ending dengan perayaan ulang tahun Margareta malah
jadi keterusan marah. Kami tambah dibentak-bentak. Dasar pengacau, pikirku saat
itu.
Setelah capek membentak-bentak
kami, akhirnya panitia beralih ke sesi curhat. Jadi kakak-kakak yang galak tadi
pada keluar, giliran kakak-kakak baik yang masuk. Mereka duduk berbari di depan
lalu mulai bicara dari hati ke hati. Mereka bilang senang kalau kami membuat
surat cinta untuk mereka, tapi mereka juga bertanya, “Lalu mengapa kalian juga
membuat surat benci kepada kami dek? Apa sebegitu bencinya kalian pada kami
sampai kalian membuat surat benci? Kami tak pernah bermaksud jahat pada kalian
dek, ini demi kalian sendiri” sambil sesenggukan nangis.
Perasaan, mereka sendiri deh yang
minta kami bikin surat benci. Sudah dibuatin, protes lagi, capek deh. Lalu salah
satu diantaranya, yang kebetulan menerima surat benci dan telur busuk dari si
Agus juga menangis. Lebay banget pokoknya.
Tapi semua berakhir dengan saling
memaafkan antara panitia dan maba. Suasana haru gitulah. Bisa dibayangkan, 4
hari disiksa, akhirnya berakhir seperti itu kan jadi baper banget kalau menurut
istilah kekinian.
Bahkan Jangkung memeluk mas
Wimpy, senior kami yang paling galak dan sangar saat itu. Sambil menangis pula,
hahaha. Dan jika diingat-ingat jadi lucu banget. “Kamu dulu bukannya sampai
memeluk mas Wimpy Kung?” Aku ingatkan dan Jangkung akan menepisnya, “Ah
sudahlah gak perlu diingat-ingat. Kejadian yang memalukan!”
Setelah itu kami pulang ke kos
masing-masing dengan perasaan campur aduk. Kesannya tak hilang-hilang. Ada bahagia
karena ospek sudah usai, mendapat pengalaman luar biasa dan yang paling penting
adalah mendapatkan banyak sahabat baru yang kelak akan menjadi keluargamu di
perantauan itu.
Sampai di kos langsung ambruk
karena kelelahan. Malamnya jadi bermimpi buruk, gangguan tidur. Bahkan suara
tivi di ruang tengah kos pun jadi masuk ke mimpi dan berubah menjadi
bentakan-bentakan senior ospek. Wajar sih karena selama 4 hari 4 malam hanya
tidur kurang lebih satu jam saja dengan tingkat kelelahan yang luar biasa. Tapi
besok paginya sudah bisa bangun dengan segar karena “Bahagia”.
Seru kan? Ya itu tadi, ospek itu
tak perlu ditakutkan, tak perlu dikhawatirkan. Mungkin memang benar, saat
dijalani akan terasa melelahkan, merepotkan, menjengkelkan dan sebagainya tapi
dari situlah kalian akan mendapatkan berbagai macam pengalaman, pembiasaan diri
hidup keras dan sahabat-sahabat baru yang akan penjadi partnermu ke depan. Aku
sendiri tak yakin, seandainya dulu tak ada ospek, paling yang aku kenal hanya
teman-teman satu kelas. Tapi nyatanya dengan ospek itu aku jadi mengenal hampir
satu angkatan, beda jurusan.
Dan Alhamdulillah, ospek sekarang
kan rata-rata sudah semakin terkonsep dan banyak mengurangi kekerasan fisik
maupun mental. Tapi tak membosankan juga, jadi sungguh beruntung kalian.
Nah, sudah ada gambaran kan?
Okay, jika demikian, aku ucapkan selamat datang kepada adik-adik Maba di
berbagai kampus, selamat datang di dunia kampus dengan segala pernak-pernik
perkuliahan.
Danang Kawantoro
ini yg tulis siapa ya? q rekan satu tim u bro...
BalasHapuspunya foto lengkap ospek kita?
BalasHapusatau foto sesudahnya kl ikut jadi panitia jg thn 2006?